Jejak Maritim Indonesia: Dari Prinsip Kebebasan hingga Kolonialisme

3 weeks ago 22
Ilustrasi. (IST)

Oleh: Desy Selviana (Pustakawan)

Sejarah kebudayaan masyarakat Indonesia tidak dapat dipisahkan dari laut. Dengan wilayah yang terdiri atas 62 persen perairan, laut telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Nusantara sejak masa lampau.

Laut tidak hanya berperan sebagai sumber daya alam, tetapi juga sebagai jalur penghubung yang memungkinkan terjadinya interaksi budaya, perdagangan, dan perkembangan peradaban. Dalam perjalanan sejarah, peran laut ini turut membentuk identitas bangsa Indonesia.

Kesadaran akan pentingnya laut bagi kehidupan masyarakat dan kelangsungan kerajaan terlihat dari prinsip kebebasan laut yang diterapkan oleh raja-raja Makassar (Gowa-Tallo). Mereka menegaskan bahwa laut adalah milik semua orang dan tidak ada yang berhak melarang siapa pun untuk berlayar.

Pernyataan seperti "Tuhan memberikan laut secara umum. Tidak pernah terdengar seseorang dilarang berlayar di laut" menjadi simbol sikap terbuka Kerajaan Makassar terhadap kebebasan maritim. Prinsip ini kemudian menantang kekuatan-kekuatan asing yang berusaha menguasai perairan Nusantara.

VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) melihat pelabuhan Makassar sebagai pusat perdagangan rempah yang sangat strategis. Dengan rempah-rempah seperti cengkeh dan pala yang sering kali lebih murah daripada di Maluku, Makassar menjadi tujuan utama para pedagang internasional. Situasi ini memotivasi VOC untuk menghancurkan dominasi Kerajaan Makassar.

Dengan menggandeng Arung Palakka dari Bone dan Sultan Buton, VOC berhasil mengalahkan Makassar melalui perang besar pada 1666-1667. Perang tersebut berakhir dengan Perjanjian Bungaya, yang membatasi aktivitas perdagangan dan pelayaran rakyat Makassar.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |