FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah hiruk-pikuk dunia akademik, ratusan dosen ASN dari berbagai daerah turun ke jalan di Jakarta, menyuarakan kegelisahan mereka.
Tunjangan kinerja (tukin) yang seharusnya mereka terima sejak 2020 tak kunjung cair.
Harapan mereka pupus ketika Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, Togar Simatupang, menyampaikan kabar buruk, tukin itu tidak akan pernah dibayarkan.
"Anggarannya tidak diajukan ke Kemenkeu, dan sekarang sudah terlambat. Jika dipaksakan, itu bisa melanggar hukum," ujar Togar dalam keterangannya.
Jawaban itu mengundang pertanyaan besar, bagaimana mungkin selama empat tahun anggaran tukin ini terabaikan. Antara sebuah kelalaian dan ada unsur kesengajaan.
Banyak yang menyebut profesi dosen sebagai pekerjaan mulia. Mereka mencetak generasi penerus bangsa, membimbing mahasiswa, dan meneliti demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Namun, di balik tugas besar itu, kesejahteraan mereka justru dipertaruhkan.
Jika dibandingkan dengan ASN di kementerian lain, gaji dosen memang relatif kecil. Berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2024, seorang dosen ASN dengan gelar magister (S2) yang berada di golongan III hanya menerima gaji pokok antara Rp2,7 juta hingga Rp5,1 juta.
Sementara itu, bagi yang bergelar doktor (S3) di golongan IV, gajinya berkisar antara Rp3,2 juta hingga Rp6,3 juta.
Tukin seharusnya menjadi penyelamat. Berdasarkan Keputusan Mendikbudristek Nomor 447/P/2024, seorang asisten ahli seharusnya mendapat Rp5 juta per bulan, lektor Rp8 juta, lektor kepala Rp10 juta, dan seorang profesor bahkan mencapai Rp19 juta.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: