
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-undang atau RUU Perampasan Aset yang mengendap belasan tahun di DPR tak kunjung disahkan. Di sisi lain, aturan yang menyita kendaraan milik rakyat apabila tak bayar pajak, sudah lebih dahulu diberlakukan.
Padahal, pembahasan RUU Perampasan Aset sudah masuk Prolegnas Prioritas 2023 dan 2024. Namun, DPR tak juga kunjung membahas undang-undang yang bakal memiskinkan para koruptor dengan merampas asetnya untuk menutup kerugian negara.
RUU Perampasan Aset Tindak Pidana adalah pengaturan baru yang memungkinkan dilakukannya pengembalian aset tindak pidana tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana.
Penerapan hukum UU Perampasan Aset dengan melakukan penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan aset tindak pidana yang didasarkan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003.
Dengan mekanisme ini, terbuka kesempatan bagi negara untuk merampas segala aset yang diduga merupakan hasil tindak pidana atau proceed of crimes dan aset lain yang patut diduga akan digunakan atau telah digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana.
Seperti diketahui, hukum positif di Indonesia hanya mengenal perampasan aset dalam sistem hukum pidana. Pelaksanaan perampasan aset hanya dapat dilaksanakan melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya aset hasil tindak pidana hanya bisa dirampas setelah rampungnya pengadilan.
Pembahasan RUU Perampasan Aset ini tak lagi masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2025. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas mengaku sedang melobi pimpinan partai untuk memuluskan pembahasan RUU tersebut.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: