
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani yang mengesankan guru sebagai beban negara menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Pernyataan itu dinilai sangat menyakiti hati para pendidik di negeri ini.
Terlebih, amanat UUD dengan tegas menyatakan bahwa anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah melalui APBN dan APBD minimal sebesar 20 persen. Karena itu, tidak ada alasan pemerintah melihat guru sebagai beban negara, karena mereka ada garda terdepan dalam memajukan pendidikan tanah air.
Ahli hukum tata negara, Prof Jimly Asshiddiqie pun angkat suara terkait APBN yang mengharuskan mengalokasikan anggaran sebesar 20 persen. Penegasan itu merespons pernyataan Sri Mulyani yang menyebut guru adalah beban negara.
Prof Jimly menyebut, semestinya anggaran sebesar 20 persen dari APBN dan APBD ditujukan untuk tujuan pendidikan meliputi gaji guru dan dosen, siswa dan mahasiswa, serta sarana pendukung utama.
"Tapi karena guru dianggap beban, tujuan anggaran 20 persen di UUD dan putusan MK, tidak pernah dilaksanakan dengan itikad baik," kata Prof Jimly dikutip dari media sosialnya, Selasa, (19/8).
Karena alokasi anggaran pendidikan yang diamanatkan UUD serta putusan MK sebesar 20 persen tidak dilaksanakan dengan itikad baik, maka tidak heran biaya pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih begitu mahal.
"Maka pendidikan jadi makin mahal di semua jenjang, dan guru/dosen tidak sejahtera," tandas Prof Jimly.
Merespons pernyataan Prof Jimly itu, pegiat media sosial, Denny Siregar menilai bahwa pernyataan Prof Jimly itu sebagai bentuk kemarahan atas pernyataan yang menyebut guru sebagai beban negara. "Pak Jimly mulai ngomel," kata Denny Siregar merespons unggahan Prof Jimly itu.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: