
FAJAR.CO.IC,JAKARTA — Pemerintah akan memaksimalkan pendapatan pajak dari shadow economy, sektor yang sulit dikenai pungutan. Kebijakan itu diminta dijalankan hati-hati.
Rencana itu tertuang dalam dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026. pemerintah akan menyasar pedagang eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, sampai perikanan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Makassar, Andika Isma mengingatkan pemerintah agar tak serampangan dalam penerapannya. Ia menyebut ada sejumlah aspek yang mesti diperhatikan.
“Syarat utamanya jangan menambah beban kepatuhan bagi pedagang kecil,” kata Andika Isma kepada fajar.co.id, Rabu (20/8/2025).
Ia mengingatkan agar batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap pada Rp54 juta per tahun. Sementara ambang Pendapatan Kena Pajak (PKP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tetap Rp4,8 miliar omzet per tahun.
“Ini penting agar usaha mikro kecil tidak otomatis terkena kewajiban administrasi yang berat,” terang Andika.
Selain itu, menurutnya tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5% untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) diperpanjang hingga akhir 2025, dan efektif berakhir pada masa pajak Desember 2025 (bayar 15 Jan 2026).
“Maka 2026 perlu jembatan transisi agar tidak terjadi lonjakan beban tiba-tiba,” ujarnya.
Pada intinya, ia mengatakan kebijakan yang akan dijalankan pemerintah itu boleh saja. Asal dilakukan secara adil.
Karena pada dasarnya, wacana tersebut punya manfaat. Terutama mencapai target pemerintah dalam pemungutan pajak.
“Kuncinya bukan menaikkan tarif, tapi memperluas basis secara adil sambil menurunkan biaya kepatuhan pedagang kecil,” jelasnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: