AKBP Basuki dan korban Dwinanda Linchia Levi. Istri sah Basuki ikut diperiksa polisi terkait kasus ini. (ist)
FAJAR.CO.ID, SEMARANG - Perwira menengah Direktorat Samapta Polda Jateng, AKBP Basuki (56) tampaknya harus mengakhiri lebih cepat pengabdian di kepolisian. Dia mendapat sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Sanksi pemecatan itu diberikan Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) atas kasus
kematian Dwinanda Linchia Levi (35), dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang.
Penjatuhan sanksi ini setalah Majelis Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) menyatakan AKBP Basuki terbukti melakukan serangkaian pelanggaran etik yang dinilai mencoreng citra institusi.
Sidang etik berlangsung pada Rabu (3/12) pukul 10.24 WIB-16.20 WIB di ruang Sidang Bidpropam Polda Jateng.
“Setelah mendengarkan keterangan tujuh saksi yang dihadirkan, Majelis Komisi menemukan AKBP B melanggar delapan pasal Kode Etik Profesi Polri,” kata Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, Kamis (4/12).
Pelanggaran tersebut mencakup tindakan yang menurunkan citra Polri, pelanggaran norma agama dan kesusilaan hingga perselingkuhan. Inti dugaan pelanggaran adalah hubungan kedekatan AKBP Basuki dengan seorang perempuan, yaitu Levi.
Termasuk memasukkan nama perempuan itu ke dalam Kartu Keluarga (KK) tanpa sepengetahuan istri sah. Puncak pelanggaran terjadi pada Minggu (16/11) malam ketika AKBP Basuki dan Levi menginap di sebuah kostel di Jalan Telaga Bodas Raya No.11 Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.
Keesokan harinya, Senin (17/11), Levi ditemukan meninggal dunia tanpa busana tergeletak di lantai kamar hotel.
“Peristiwa ini memicu pemberitaan luas dan berdampak negatif terhadap citra institusi Polri,” ujar Kombes Artanto.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

















































