Banjir Sumatra dan Masa Depan Pembelajaran Bahasa yang Berwawasan Ekologi

1 hour ago 1
Dr. Agung Rinaldy Malik, M.Pd., Dosen Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar

Dr. Agung Rinaldy Malik, M.Pd.
Dosen Fakultas Bahasa dan Sastra – Universitas Negeri Makassar

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Banjir bandang yang baru baru ini melanda wilayah Pulau Sumatra kembali mengguncang kesadaran kita tentang rapuhnya hubungan manusia dengan lingkungan. Rumah hanyut, ribuan warga mengungsi, dan sekolah lumpuh dalam sekejap. Setiap kali bencana seperti ini terjadi, kita bukan hanya diuji oleh kekuatan alam, tetapi juga oleh kemampuan kita membaca tanda tanda yang telah lama muncul.

Dalam konteks pendidikan, khususnya pembelajaran bahasa, tragedi semacam ini mestinya menjadi momentum pembaruan cara kita memahami hubungan antara bahasa, ekologi, dan teknologi yang kini semakin mendominasi ruang belajar.

Sebagai pendidik, saya melihat bahwa kemampuan berbahasa bukan hanya soal mengolah kata, tetapi kemampuan membaca dunia.

Ketika siswa tidak lagi mampu mengenali perubahan lingkungan di sekitar, ketika banjir bandang hanya menjadi paragraf dalam buku atau di layar ponsel, maka pembelajaran bahasa telah kehilangan kedalaman maknanya. Bahasa yang baik lahir dari interaksi manusia dengan realitas, bukan dari teks yang berdiri sendiri. Banjir tidak hanya memerlukan laporan tertulis, tetapi pemahaman yang lebih hakiki mengenai mengapa bencana itu terjadi dan bagaimana manusia seharusnya meresponnya.

Di saat bersamaan, kecerdasan buatan hadir sebagai alat yang mengubah cara siswa dan guru mengakses informasi. AI dapat menjelaskan penyebab banjir, memetakan risiko curah hujan, bahkan menyusun teks analitis dengan sangat rapi. Namun ada batas yang tidak boleh kita abaikan.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |