Ilustrasi sidang/DOK
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — DPR RI tetap mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di tengah protes dari berbagai elemen masyarakat sipil.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menyebut revisi KUHAP sebagai suatu kemunduran besar dalam perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
“Pengesahan revisi KUHAP hari ini menandai kemunduran serius dalam komitmen negara terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia,” kata Wirya kepada jurnalis, Selasa (18/11).
“Alih-alih menjadi tonggak pembaruan hukum acara yang lebih modern dan berkeadilan, revisi ini justru memperlihatkan regresi yang mengkhawatirkan," tambahnya.
Menurutnya, terdapat sejumlah pasal bermasalah dalam KUHAP baru. Terlebih, draf KUHAP terakhir menunjukkan bahwa file tersebut dibuat pada Senin (17/11) pukul 18.15 WIB, kurang dari 24 jam sebelum disahkan dalam paripurna DPR.
"DPR baru mengunggah draf KUHAP yang disahkan kurang dari 24 jam sebelum waktu pengesahan. Hal ini tentu sangat menyulitkan terjadinya partisipasi bermakna dengan masyarakat sipil," ujarnya
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebelumnya mengatakan, KUHAP tersebut membuat tiap orang berpotensi jadi korban.
“Semua bisa diamankan, ditangkap, dan ditahan tanpa kejelasan. Semua bisa digeledah, disita, disadap, dan diblokir hanya berdasarkan subjektivitas aparat.
Semua bisa diperas, semua bisa dikuasai polisi, semua bisa direkayasa menjadi tersangka,” tulis YLBHI dikutip dari X, Rabu (19/11/2025).
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

















































