FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap putusan pengadilan dalam kasus korupsi yang melibatkan Harvey Moeis.
Kasus ini, yang awalnya didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp 300 triliun, berakhir dengan putusan yang dianggap tidak sebanding dengan besarnya kerugian yang dituduhkan.
Dalam dakwaan, Harvey Moeis dinilai secara konkret merugikan keuangan negara, berbeda dengan potensi "merugikan perekonomian negara" yang sering menjadi perdebatan.
Namun, jaksa hanya menuntut pengembalian kerugian sebesar Rp 210 miliar, denda Rp 1 miliar, dan hukuman penjara 12 tahun. Vonis hakim kemudian memutuskan hukuman penjara 6,5 tahun dan pengembalian kerugian negara total Rp 211 miliar.
"Bagaimana ini bisa terjadi? Dari dakwaan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, yang akhirnya diputuskan hanya Rp 211 miliar, atau sekitar 0,007% dari dakwaan awal. Ini sangat tidak masuk akal," ujar Mahfud MD.
Ia menyoroti bahwa selain hukuman penjara yang dianggap ringan, ketidaksesuaian antara dakwaan awal dan putusan akhir membuat masyarakat mempertanyakan keadilan sistem hukum di Indonesia.
"Ini bukan hanya soal angka, tetapi soal kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Apakah sistem peradilan kita benar-benar berpihak pada keadilan atau ada hal lain di balik ini?"
Mahfud juga menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum agar masyarakat dapat memahami alasan di balik perbedaan signifikan antara dakwaan awal dan vonis akhir.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: