Oleh: Saharuddin Ronrong
(Kepala Departemen Kurikulum Sekolah Islam Athirah, Divisi Kaderisasi FLP Sulsel)
Pernahkah Anda memanggil salah satu anggota tim Anda duduk bersama, mengajukan sejumlah pertanyaan terbuka dan dengan sabar menuntunnya menyadari masalah yang sedang terjadi serta apa saja opsi pemecahannya? Mungkin juga Anda ada di posisi yang dipanggil, bukannya langsung dievaluasi tetapi malah diajak ngobrol, cenderung lebih didengarkan dan dipercaya merencanakan inisiatif yang perlu diambil. Sederhananya itu adalah coaching.
Tapi pernahkah Anda sebagai atasan memanggil mereka justru untuk belajar sesuatu yang baru, penasaran melihat bagaimana mereka mengerjakan sebuah tugas atau proyek, atau menantang mereka mengajarkan Anda sebuah metode atau pendekatan baru dalam bidang kerja yang mungkin mereka sendiri pun belum cukup familiar. Alih-Alih memberi arahan atau memvalidasi, sang atasan justru legowo menunjukkan ketertarikannya pada hal yang dikuasai oleh anggota timnya. Itulah reversed coaching.
Coaching Varian Baru
Salah satu varian coaching yang tengah diperbincangkan dan tampaknya semakin populer adalah reversed coaching. Jika kita terjemahkan secara sederhana, reversed coaching berarti coaching terbalik, di mana model ini mengacu pada situasi di mana seorang karyawan dengan pengalaman atau posisi lebih rendah memberikan arahan, umpan balik, atau pelajaran kepada atasan atau pimpinannya. Dalam artian sang atasan yang seharuisnya menjadi coach justru menjadi coachee, Reversed coaching melibatkan pertukaran peran antara atasan dan bawahan. Ini tentu berbeda dengan coaching tradisional, di mana seorang pemimpin atau atasan membimbing bawahannya. Di era keterbukaan saat ini, hal ini bukanlah hal yang aneh dan mustahil yang tentu sangat susah ditembus pada masa lalu.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: