
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga, Henri Subiakto menilai Presiden Prabowo merendahkan kritik publik. Terkait dengan tanggapannya soal kritik kabinet gemuk.
“Prabowo dalam penampilan pidatonya belakangan ini tak hanya meremehkan kritik netizen dan masyarakat, tapi juga meremehkan pendapat para akademisi, dan para profesor yang dia sebutkan,” kata Henri dikutip dari unggahannya di X, Senin (17/2/2015).
Hal itu, disebut Henri sebagai fallacy of relevance. Menyerang kembali pengkritiknya dengan cara tertentu.
“Prabowo melakukan fallacy of relevance, menyerang pendapat atau pemikiran yang tidak relevan dengan argumen asli dari para pengritiknya,” ucap Henri.
Padahal menurut Henri, Kabinet gemuk Prabowo berhubungan dengan efisiensi anggaran. Hal yang didengungkan pemerintah belakangan ini.
“Maka perbandingan yang relevan adalah dengan Kabinet Kabinet Pemerintah Indonesia sebelumnya. Misal dibandingkan dengan struktur Kabinetnya Presiden Jokowi, SBY hingga Soeharto atau Sukarno,” terangnya.
Sementara Prabowo, malah membandingkan negara maju. Seperti di Uni Eropa.
“Bukan malah dibandingkan dengan Uni Eropa yg merupakan kumpulan negara negara maju di Eropa,” imbuhnya.
Secara luas, memang 27 negara Uni Eropa itu seluas Indonesia. Tapi konteksnya berbeda.
“Walau luas negara kita memang sebanding dengan Uni Eropa tapi kita itu satu negara, sedang UE terdiri 27 negara, dengan kekuatan ekonomi, sejarah dan kondisi rakyatnya sangat kontras dan tidak bisa dibandingkan dengan Indonesia dan provinsi-provinsinya,” jelasnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: