Muhammad Said Didu
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik mengenai izin pertambangan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah kembali memanas setelah berbagai temuan dan pernyataan dari para tokoh menunjukkan adanya persoalan serius dalam tata kelola sumber daya alam Indonesia.
Isu ini bukan hanya menyangkut administrasi perizinan, tetapi juga kedaulatan negara, kendali atas wilayah industri strategis, serta dugaan kuat dominasi kepentingan asing dalam pengelolaan sumber daya tambang.
Masalah ini bermula dari proses perizinan yang dinilai tidak lagi mengikuti mekanisme resmi dan hierarki kewenangan negara.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu menegaskan bahwa inti persoalan terletak pada cara izin itu dikeluarkan.
"Morowali itu (terjadi) perselingkuhan izin. Dia menselingkuh tanda kutip lewat Menteri Perindustrian,” ungkap Said Didu dalam podcast MADILOG, Forum Keadilan TV, dikutip pada Senin (1/12/2025).
Kondisi ini semakin terlihat ketika pada 8 Agustus 2025 pemerintah mengeluarkan izin yang memungkinkan tiga bandara milik perusahaan tambang beroperasi sebagai bandara internasional.
Said Didu mempertanyakan keputusan itu. "Keputusan Menteri Perhubungan mengizinkan tiga bandara khusus menjadi bisa penerbangan langsung dari dan ke luar negeri,” jelasnya.
Kebijakan tersebut memberikan keleluasaan bagi kawasan industri besar seperti Morowali dan Halmahera untuk mengatur arus mobilitas secara mandiri, tanpa keterlibatan penuh instansi negara seperti imigrasi, bea cukai, maupun otoritas keamanan.
Situasi itu memunculkan kritik keras, salah satunya dari Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, yang menyebut kondisi tersebut sebagai “negara dalam negara.”
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































