
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sorotan tajam publik tertuju pada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid beberapa hari belakangan ini.
Hal itu dipicu oleh pernyataan kontroversialnya yang menyatakan tanah rakyat yang terlantar akan disita oleh pemerintah. Sontak saja, pernyataan itu ramai-ramai dikritik berbagai kalangan masyarakat.
Dia juga menyebut, seluruh tanah di Indonesia adalah milik negara. Menurut Nusron, masyarakat hanya diberikan status kepemilikan atas tanah saja, sehingga bisa diambil alih negara jika tidak dipergunakan.
Setelah beberapa hari berpolemik, Nusron Wahid akhirnya menyampaikan permohonan maaf. Dia menyadari dan mengakui bahwa peryataan yang disampaikan itu tidak selayaknya diucapkan di tengah masyarakat.
Namun terkait pernyataan yang kontroversial itu, Nusroh Wahid menjelaskan lebih jauh dan terperinci terkait maksud dari perkataan yang dia lontarkan belum lama ini.
Nusron lalu menjelaskan bahwa terkait kebijakan pertanahan, khususnya terkait tanah telantar yang sejatinya ingin disampaikan sesuai amanat pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 .
Isi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yaitu bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Kami perlu jujur mengakui ada jutaan hektare tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang kondisinya terlantar, tidak produktif, dan tidak memberikan manfaat secara optimal bagi masyarakat," ujar Nusron, Selasa (12/8).
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: