
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Setiap karya cipta memiliki hak royaltinya. Bahwa seorang pencipta lagu berhak atas dua hal. Yang pertama hak moral yang mana berkaitan dengan hak untuk diakui sebagai pencipta lagu. Kedua, hak ekonomi. Apabila sebuah lagu diputar di tempat publik hingga dipentaskan, pencipta lagu tersebut berhak mendapatkan royalti
Hal ini diuraikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Laurensia Andrini. Selain itu, isu yang membuat permasalahan royalti lagu jadi perbincangan publik adalah tidak sampainya royalti ke musisi atau pun pencipta lagu.
Menurut Ririn, sapaan akrabnya, tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian permasalahan ini diperkirakan timbul dari dua pihak yakni pihak dari LMK selaku pihak yang mempunyai wewenang atas penarikan royalti yang belum transparan dan pelaku usaha yang belum memiliki kesadaran normatif dalam menyikapi permasalahan royalti ini.
"Sebenarnya kalau menurut saya ini permasalahan sistemik. Ketidaktransparanan ini bisa disebabkan karena tidak adanya mekanisme transparansi yang ditetapkan. Disisi lain, pengguna sendiri juga tidak merasa hal ini adalah sebuah kewajiban,” jelasnya.
Ia menerangkan, ketentuan dari pembayaran telah diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2021. Setelah proses pembayaran, LMKM akan mendistribusikan ke LMK dari musisi yang bersangkutan. Namun, pada praktiknya masih banyak ditemukan kasus mengenai royalti musik. Hal tersebut dipengaruhi oleh budaya hukum yang ada di Indonesia.
Kendati demikian peraturan mengenai penetapan tarif royalti telah ditetapkan sejak tahun 2016. Dijelaskan pula mengenai mekanisme pembayaran royalti. Pihak yang memakai karya cipta untuk kebutuhan komersil diwajibkan untuk melapor frekuensi pemutaran lagu dalam satu bulan dan dibayarkan royaltinya kepada LMKN.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: