
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah balita usia dua tahun di Indonesia yang menderita anemia ternyata cukup tinggi. Setidaknya ada seribu lebih yang mengalami kasus tersebut.
Dengan angka ini, hal tersebut menunjukkan bahwa anemia masih menjadi masalah serius kesehatan anak di Indonesia.
Data mengenai balita usia dua tahun yang menderita anemia itu diperoleh berdasarkan data pemeriksaan kesehatan gratis yang digelar Kementerian Kesehatan.
Jumlah ini, menurut Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kemenkes, Lovely Daisy, masih berpotensi bertambah karena program pemeriksaan tersebut masih berlangsung. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai upaya pemetaan kondisi kesehatan balita secara menyeluruh.
“Untuk pemeriksaan hemoglobin, kita periksa di usia 2 tahun. Sebanyak 7.800 hasilnya normal, tapi kita temukan 1.000 lebih balita usia 2 tahun itu dengan anemia. Ini prevalensinya cukup tinggi,” ujar Lovely dalam seminar bertema Bahaya Anemia yang digelar Majelis Kesehatan PP Aisyiyah bersama Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), akhir pekan lalu.
Pemeriksaan kesehatan itu menemukan lima masalah utama pada bayi dan balita, yakni masalah gigi, anemia, gizi buruk dan stunting, serta keterlambatan perkembangan. Pola konsumsi makanan yang buruk disebut menjadi penyebab dominan.
Data menunjukkan, 21,6 persen balita usia 6–23 bulan tidak mengonsumsi makanan pendamping ASI (MPASI) berprotein hewani. Padahal, zat besi dalam protein hewani sangat penting bagi pertumbuhan dan mencegah anemia.
Masalah serupa juga terjadi pada kelompok anak usia di atas 5 tahun hingga remaja. Sebanyak 96,7 persen anak di atas 5 tahun tidak memenuhi kebutuhan konsumsi buah dan sayur. Di kalangan remaja, konsumsi makanan tinggi gula, garam, penyedap, dan makanan instan juga tinggi. Bahkan, banyak remaja tidak sarapan atau sarapan dengan mutu gizi rendah.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: