
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Investasi di sektor pendidikan adalah kunci masa depan bangsa. Gaji guru sebagai garda terdepan pencetak generasi unggul masih jauh dari kata layak apalagi sejahtera.
Di sisi lain, guru dituntut tetap profesional serta harus mengutamakan pengabdian dan niat baik dalam proses mendidik dengan tujuan untuk mengejar amal jariyah. Bukan mengejar materi dan kekayaan.
Tak sulit mendapatkan bukti bahwa guru masih jauh dari kata sejahtera. Bukti itu terpampang nyata meski katanya Indonesia telah 80 tahun merasakan manisnya kemerdekaan.
Saryono, seorang guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah Tegalpanjang, Sukabumi, Jawa Barat adalah salah satu bukti nyata tersebut.
Pria 55 tahun itu telah menjalani profesi guru selama 33 tahun. Namun gaji yang diterima hanya Rp350 ribu sekali dalam tiga bulan, bergantung dana BOS. Jika ditotal dengan gaji 350rb per tiga bulan itu artinya Saryono hanya memperoleh Rp 1,4 juta pertahun.
Setiap hari, Saryono menempuh perjalanan jauh melewati medan sulit tanpa mengeluh. Meski penghasilan minim, semangatnya tetap tinggi.
Saryono mengaku sudah terbiasa hidup sederhana. Yang penting bisa terus mengajar, karena profesi itu telah mendarah daging.
Meski mengedepankan pengabdian, Saryono tak menutup mata dan menyimpan harapan suatu saat bisa diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Berkali-kali mendaftar seleksi PPPK, berkali-kali pula ia gagal lolos.
Situasi serupa juga dialami guru honorer lainnya. Kisah guru honorer yang mendapat upah hanya Rp883 ribu selama tiga bulan viral di media sosial.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: