
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Menteri, Agama Nasaruddin Umar, yang menyebut guru sebagai nabi kecil yang harus ikhlas dan tidak mengejar uang sempat menuai polemik di ruang publik.
Meski telah mengklarifikasi dan meminta maaf, komentar tersebut masih menjadi perbincangan hangat belakangan ini.
Founder Awak Media Indonesia (AMI) Group, Azzam Mujahid Izzulhaq, mengatakan, pernyataan itu bukan hal baru di dunia pendidikan Indonesia, namun berpotensi melanggengkan budaya yang salah.
“Narasi ikhlas ini seringkali digunakan oleh para prinsipal untuk menutupi kelemahan sistem hingga budaya (maaf) rakus,” ujar Azzam di X @AzzamIzzulhaq (4/9/2025).
Dikatakan Azzam, yang seharusnya dilakukan negara adalah memastikan tata kelola pendidikan lebih baik agar guru bisa hidup layak.
“Karena bagaimana pun, kesejahteraan seorang guru akan berdampak langsung pada profesionalismenya dalam mengajar,” sebutnya.
Azzam mengingatkan, pernyataan tersebut bisa menjadi justifikasi bagi pihak-pihak tertentu untuk terus menggaji guru dengan alasan ikhlas.
"Apakah Islam mengajarkan bahwa ikhlas itu artinya tidak boleh sejahtera? Tidak boleh bergaji tinggi? Tidak. Ikhlas itu tataran personal dan spiritual. Sementara kesejahteraan adalah tataran komunal dan profesional,” jelasnya.
Ia mencontohkan, negara-negara yang mayoritas muslim justru memberikan penghargaan tinggi bagi guru.
"Saudi Arabia menetapkan gaji gurunya minimal $1.300 per bulan. UEA dan Qatar di angka minimal $2.500. Bahkan di Gaza Palestina sebelum genosida, gaji minimal guru $500. Tidak ada satu orang guru pun yang bergaji Rp300 ribu seperti di negara kita,” beber Azzam.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: