
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menanggapi isu pemakzulan Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka yang kembali mencuat setelah Forum Purnawirawan TNI berencana menggeruduk gedung MPR RI guna mempertanyakan desakannya yang tak jua mendapat respons.
Bivitri menilai tuntutan pemakzulan terhadap putra sulung Jokowi yang dilayangkan Purnawirawan TNi itu jelas.
Hal ini kata dia, berkaitan dengan referensi tuntutan dari pemakzulan ini sesuai dengan pasal 7A pasal 7B konstitusi.
“Kalau suratnya Purnawirawan itu jelas referensinya pasal 7A pasal 7B konstitusi soal pemakzulan. Sehingga mereka harus bahas,” kata Bivitri pada podcast bersama Abraham Samad di Channel Youtube pribadinya, dikutip pada Kamis (3/7/2025).

Ia kemudian menyinggung proses pencalonan Gibran yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan keadilan elektoral.
“Misalnya kapasitasnya Gibran itu sendiri, misalnya di karbit tuh soal umur. Belum lagi soal fufufafa,” jelasnya.
Pandangan lain datang dari pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizona.
Ia menerangkan, secara konstitusional, mekanisme pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden telah diatur secara tegas dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa pemakzulan hanya dimungkinkan apabila yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran hukum, antara lain berupa pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana korupsi, penyuapan, kejahatan berat lainnya, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: