Gagasan Bayar Rumah dengan Sampah

2 hours ago 4
Wilson Arafat

Oleh: Wilson Arafat
(Enterprise & ESG Risk Management Division Head, Bank BTN)

Krisis iklim bukan lagi kisah jauh dari kutub atau gurun, melainkan nyata di kota-kota Indonesia, termasuk Makassar. Volume sampah di kota ini terus meningkat dan menjadi persoalan serius. Data DLH Makassar yang dipublikasikan Bappeda (2022) mencatat timbulan mencapai 7.374,5 ton per bulan atau sekitar 246 ton per hari. Angka ini lebih dari cukup untuk menegaskan bahwa skala masalah: secara kapasitas Makassar berhadapan dengan potensi sampah harian di atas seribu ton, meski realisasi terkelola tercatat ratusan ton per hari.

Di sisi lain, masalah perumahan rakyat juga kian mendesak. Badan Pusat Statistik mencatat backlog perumahan di Sulawesi Selatan masih tinggi, dengan lebih dari 130 ribu rumah tangga belum memiliki hunian layak. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata ribuan keluarga muda, pekerja informal, dan masyarakat berpenghasilan rendah yang sulit mengakses rumah layak meski pemerintah telah menyediakan program subsidi. Dua krisis besar -sampah dan perumahan- seolah berjalan sendiri-sendiri. Pertanyaannya, apakah kita akan terus menunggu solusi dari luar, atau berani melahirkan gagasan baru?.

Menabung Lewat Sampah

Gagasan yang Penulis tawarkan tampak sederhana tetapi sesungguhnya revolusioner: membayar cicilan rumah dengan sampah. Masyarakat Makassar sudah terbiasa memberi nilai pada sisa rumah tangga mereka. Botol plastik bisa berubah menjadi saldo e-money lewat mesin Bank Sulselbar; tumpukan anorganik dikonversi menjadi tabungan emas bersama Pegadaian; bahkan di Manggala, Bank Sampah Rosella mengajarkan warga menukar sampah dengan sembako. Semua ini membuktikan: bagi warga Makassar, sampah bukan lagi sekadar limbah, melainkan aset. Kini tinggal selangkah lagi menjadikannya modal masa depan, mengubah sampah menjadi pintu menuju hunian layak.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |