Gelombang Aksi Dicap Sebagai Antek Asing, Akademisi UGM dan UI Tegas Ingatkan Prabowo

4 hours ago 3
Gedung DPRD Kota Makassar dibakar massa, Jumat (29/8)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Herlambang P. Wiratraman menegaskan bahwa praktik politik saat ini telah terperosok dalam pengabaian suara publik.

“Banyak kebijakan publik justru mematikan rakyat, seperti proyek MBG, eksploitasi sumber daya, hingga program strategis nasional yang sering mengorbankan kepentingan masyarakat. HAM yang dijamin konstitusi dilanggar secara terang-terangan” tegasnya, dikutip pada Senin (1/9/2025).

Ia juga menyoroti maraknya kekerasan aparat di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kerap berakhir dengan impunitas. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan lemahnya supremasi sipil.

“Kalau tidak ada penguatan supremasi sipil, kekerasan dan pelanggaran HAM akan terus berulang. Presiden harus berkomitmen menghentikan praktik represif aparat dengan mendisiplinkan dan mengevaluasi kebijakan yang menyalahi kepentingan publik” tambahnya.

Sementara itu, Hurriyah, Direktur Eksekutif PUSKAPOL Univesitas Indonesia melihat gelombang aksi massa belakangan ini sebagai respons alamiah masyarakat terhadap lemahnya lembaga politik dalam menyerap aspirasi rakyat.

"Ini bukan muncul tiba-tiba, tapi akibat ruang sipil yang semakin menyempit selama beberapa tahun terakhir. Produk kebijakan dibuat secara ugal-ugalan, menguntungkan pejabat, dan merugikan rakyat” jelasnya.

Ia juga mengkritik strategi pemerintah yang menggunakan cara-cara represif, kriminalisasi, hingga peretasan data pribadi untuk membungkam kritik.

"Kritik publik bukan dilihat sebagai masukan, tapi justru diframing sebagai ancaman, bahkan dilecehkan sebagai antek asing. Pemerintah menggunakan buzzer, rekayasa opini, dan politik pecah belah untuk melemahkan masyarakat sipil” tegas Hurriyah.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |