
Oleh: Andi Muhammad Jufri
(Praktisi Pembangunan Sosial)
Sebagai jabatan politik, pengambil kebijakan pasti mempertimbangkan perhitungan kalkulator politik dalam mengambil kebijakan kesejahteraan rakyat.
Pergantian Menteri Prabowo pada satu tahun pemerintahannya, sepertinya telah melalui proses hitungan kalkulator politik. Keseimbangan poros politik Kertanegara, Teuku Umar dan Solo betul-betul dijaga. Sementara aspirasi dan masukan masyarakat belakangan ini juga dapat terakomodasi .
Bila hitungan kalkulator politik sejalan dengan aspirasi rakyat, maka simboisis mutualisme dapat diperoleh oleh elit politik pengambil kebijakan dan rakyat dapat merasakan dampak kebijakan yang mensejahterahkannya.
Namun yang perlu diwaspadai adalah bertolak belakangnya kepentingan elit dan kepentingan rakyat. Tuntutan terbaru 17 + 8, dari rakyat setelah aksi demo 25-30 Agustus 2025, lalu telah menggema baik di online maupun offline, akan menjadi ujian bagi elit negeri dalam menghitung kalkulator politik kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
Namun, disayangkan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa yang baru dilantik justru menanggapi tuntutan 17 + 8 dari rakyat dengan nada yang terkesan meremehkan. Tuntutan tersebut dianggap disuarakan hanya sebagian kecil rakyat yang hidupnya terganggu dan masih kurang (miskin). Kementerian Keuangan juga mengungkapkan bahwa mereka yang demo, yang hidupnya terganggu dan kurang (miskin) itu dapat dengan mudah diatasi dengan menciptakan pertumbuhan ekonomi 6 -7 persen. Lebih lanjut, Menteri Keuangan meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi yang naik akan membuat rakyat sibuk bekerja dan makan enak dan tidak lagi mendemo.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: