
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 11 Tahun 2021, tentang Kejaksaan dinilai terlalu banyak penambahan kewenangan jaksa dan dapat membahayakan demokrasi Indonesia.
Pemerhati sosial dan politik, Jhon Sitorus menyatakan, dengan UU yang lama, Kejaksaan dan Kepolisian sudah sejajar kedudukannya, bukan subordinat antara satu dengan yang lain sesuai pendapat Wakil Menteri Hukum Indonesia, Prof. Eddy Hiariej
Jadi Kejaksaan tidak perlu dibuat jadi lembaga superbodi lewat Revisi Undang-Undang Kejaksaan (RUU Kejaksaan) lagi karena kewenangannya sudah seusai dengan tupoksinya.
“Buktinya Kejagung bisa membuka kasus korupsi Rp193,7 Triliun Pertamina, juga dengan kasus Timah dan kasus lainnya,” kata Jhon.
Menurutnya, KPK bahkan kalah saing soal penangkapan koruptor kelas kakap oleh Kejaksaan Agung.
Dalam konteks perdata dan tata usaha negara, Jaksa juga diberi kewenangan sebagai Pengacara Negara. Lalu, keistimewaan apa lagi yang perlu diberikan kepada Kejaksaan
“RUU Kejaksaan hanya akan membunuh kejaksaan itu sendiri, jangan sampai hak dan kewenangan kejaksaan menjadi obesitas, nanti malah susah bergerak,” tandas Loyalis Ganjar Pranowo ini. (*)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: