
FAJAR.CO.ID, NASIONAL-- Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Habiburokhman mengklaim Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan produk perundang-undangan paling partisipatif.
Terkait pembahasan RUU KUHAP, DPR pada awalnya menyatakan, bahwa akan melanjutkan pembahasan tentang setelah masa reses Lebaran 2025.
Namun, keputusan itu berubah, Habiburokhman selaku politikus Partai Gerindra mengumumkan pembahasan RUU KUHAP akan dilakukan pada masa sidang berikutnya.
Alasan sementara yakni, masa sidang kali ini hanya 25 hari aktif. Adapun pembahasan RUU idealnya membutuhkan durasi paling lama hingga dua bulan.
Penjelasan tersebut mendapat respons dari lembaga pegiat hukum, yakni Yayasan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
ICJR kemudian menanggapi beberapa sisi, salah satunya soal klaim Komisi III DPR bahwa pembentukan RUU KUHAP paling partisipatif.
Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif ICJR, Maidina Rahmawati mengatakan belum bisa menilai apakah pembentukan RUU KUHAP sudah cukup melibatkan partisipasi masyarakat atau tidak.
“Kami belum bisa menyimpulkan partisipatif atau tidak, karena dibenturkan oleh pernyataan Habiburokhman bahwa pembahasan ini masih tahap awal,” ujar Maidina, dikutip Senin, (21/4/2025)
Maidina kemudian mengatakan, Koalisi Masyarakat Sipil memang sempat diundang oleh Badan Keahlian DPR pada Januari 2025. Namun, Koalisi Masyarakat Sipil ICJR bagian dari koalisi tidak mendapatkan informasi lanjutan.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: