
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan berakhirnya Triwulan II-2025, sejumlah indikator global menunjukkan aktivitas manufaktur di dunia mengalami pelemahan.
Indeks PMI global mencatat zona kontraksi, lalu harga komoditas fluktuatif cenderung melemah. Selain itu, adanya konflik geopolitik penyerangan antara Iran dan Israel yang didukung oleh Amerika Serikat juga turut berperan, menyebabkan lonjakan harga minyak hingga 8% sebelum akhirnya mereda.
Tak hanya itu, volume perdagangan dan investasi global diproyeksikan tumbuh tipis mendekati nol, atau bahkan turun. Berbagai lembaga multilateral seperti IMF dan World Bank pun menurunkan proyeksi pertumbuhan global di 2025.
“Ini situasi global yang tidak makin membaik. IMF dan Bank Dunia semua merevisi pertumbuhan tahun 2025 ini ke bawah,” ungkap Hal Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR di Jakarta pada Kamis (4/7/2025).
Sementara itu, Menkeu mengungkapkan kondisi ekonomi di Indonesia masih cukup resilien. Inflasi inti masih terjaga di level 1,9%. Ekspor juga relatif terjaga meski Presiden Trump mengumumkan tarif liberation day di April. Bahkan, neracara perdagangan terjadi kenaikan surplus di bulan Mei.
Di sisi lain, aktivitas manufaktur domestik memasuki zona kontraksi mencerminkan dampak dari pelemahan global. Penjualan semen yang sempat melesat di April turun menjadi negatif pada Mei, diikuti penurunan signifikan pada penjualan mobil. Volatilitas sektor keuangan makin bergejolak dengan aksi Presiden Trump mengumumkan tarif sepihak dan juga dengan perang di Timur Tengah yang makin melonjak.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: