FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Kolombia, Gustavo Petro, berapi-api dalam pidatonya di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam orasi yang ia sebut sebagai salah satu penampilan terakhirnya di forum dunia itu, Petro mendesak reformasi PBB dan menuntut langkah nyata untuk menghentikan kekerasan yang menimpa warga sipil di Gaza.
"Ini adalah pidato terakhir saya sebagai Presiden, kali ini sudah yang keempat," ujar Petro dikutip pada Kamis (25/9/2025).
Pidato itu dipenuhi kecaman keras terhadap mekanisme internasional yang menurutnya kerap tak berpihak pada bangsa-bangsa lemah.
Petro menilai suara mayoritas di forum global seringkali tidak berdampak, sementara korban kemanusiaan terus berjatuhan.
"Hari ini PBB menghadapi krisisnya dan kebutuhan akan transformasinya," sebutnya.
Ia juga menegaskan bahwa meski negara-negara tanpa kekuatan besar berkumpul di PBB, suara mereka kerap tak direspon:
“Bangsa dan negara yang tidak lagi memiliki kekuatan bertemu di sini. Tidak perduli seberapa sering mereka voting, mereka tidak didengarkan," imbuhnya.
Petro menyampaikan kritik keras terhadap apa yang ia sebut sebagai kegagalan perlindungan kemanusiaan, bahkan sampai menyandingkan kinerja lembaga dunia dengan peristiwa genosida.
"PBB menjadi kaki tangan genosida. Ruangan ini adalah saksi bisu dan kaki tangan genosida di dunia saat ini," Petro menuturkan.
Dalam pidatonya Petro juga menyinggung figur politis internasional dan pola kekuasaan yang menurutnya mengabaikan hidup manusia untuk tujuan lain.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































