PPPK (Foto: Antara/ilustrasi)
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memangkas dana Transfer ke Daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dalam rancangan tersebut, alokasi TKD yang ditetapkan oleh DPR sebesar Rp650 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan dibanding dengan alokasi TKD tahun 2025, sebesar Rp848 triliun.
Pemerintah daerah berada dalam dilema fiskal yang kritis, yakni dipaksa memilih antara membiayai belanja pegawai yang terus membengkak atau mendanai pembangunan yang mendesak.
Guru Besar Universitas Gadjah Mada bidang Tata Kelola Kebijakan Publik, Prof. Dr. Phil. Gabriel Lele, menjelaskan bahwa dilema yang dihadapi Pemda akibat pemangkasan anggaran TKD tersebut berangkat dari minimnya kemandirian fiskal daerah.
“Mayoritas penerimaan daerah itu berasal dari pusat, dan itu menimbulkan ketergantungan yang besar,” ujar Gabriel, dikutip pada Senin (27/10).
Dijelaskan bahwa ketika kebijakan fiskal dari pusat berubah, maka akan sangat berpengaruh terhadap pemerintah daerah dalam mengelola program pembangunan. Ia juga menyoroti serangkaian kebijakan belanja yang mengikat yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Pemerintah pusat melalui kebijakan terbaru mengatakan bahwa belanja rutin, gaji, dan tunjangan tidak boleh lebih dari 30%. Ditambah lagi infrastruktur sekian persen, pendidikan 20%, dan kesehatan,” ungkapnya.
Ironisnya, di saat yang sama, pemerintah pusat menambah beban belanja pegawai daerah melalui pengangkatan masif Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































