Robohnya ‘Mitos’ Angker Ambang Batas Presidential Threshold

1 week ago 19
Fajlurrahman Jurdi

Oleh: Fajlurrahman Jurdi
(Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unhas)

Berakhir sudah mitos angker yang menyelimuti “dinding gelap” ketentuan  presidential threshold. Berbagai cara dilakukan, bertahun-tahun “keberatan legis” diucapkan, kalimat hukum dikumpulkan tidak saja di satu negeri, tetapi dipungut dari seluruh dunia, hanya untuk menguatkan dalil, bahwa presidential threshold adalah “anak haram” konstitusi.

Tetapi seluruh “mantra hukum” yang dibacakan oleh semua “penyihir hukum” di bangsa ini, tidak ada yang berhasil menembus dinding gelap itu. Presidential threshold seolah menjadi salah satu puncak dari sisa nafas pertahanan oligarki, dan sisa nafas itu digorok tanpa sisa, oleh majelis hakim yang entah karena apa, mengubah haluannya. Saya menyebutnya, seolah mereka baru selesai di rukyah, hingga baru menyadari, bahwa mitologi presidential threshold yang berlindung di bawah bayang-bayang oligarki dalam waktu lama, hancur seketika.

Argumenya tidak jauh beda dengan dalil para pemohon dari sejak awal di gugat. Diskursus berawal dari “pertapaan” politisi di senayan, yang meletakkan ketentuan ini di Pasal 5 ayat (4) UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pilpres. Kemudian saat diganti ke UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, diletakkan di Pasal 9. Dan setelah kodifikasi menjadi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dipindahkan ke Pasal 222. Menurut sebagian mereka, presidential threshold diperlukan, untuk membatasi jumlah pasangan Capres-Cawapres yang diajukan dalam Pemilu oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |