
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kasua tambang di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di Raja Ampat, kini jadi sorotan tajam di Indonesia dan masyarakat dunia.
Tidak hanya sisi ekologi, secara spiritual, banyak ormas keagamaan turut prihatin dan menyatakan keresahan dan memprotes keras perusakan alam atas nama investasi. Setelah sebelumnya muncul protes dari Mejalis Lingkungan Hidup Muhammadiyah, kini protes juga muncul dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Melalui pernyataan sikap yang dikirim ke redaksi fajar.co.id, PGI meyakini bahwa masa depan bumi hanya dapat dijaga bila umat manusia kembali menata relasinya dengan alam dalam kerendahan hati dan tanggung jawab.
Dengan perspektif ini, PGI menyatakan keprihatinan mendalam atas semakin meluasnya praktik industri ekstraktif di Indonesia yang mengabaikan keberlanjutan ekologis, keadilan sosial, dan martabat kemanusiaan. PGI memandang, Indonesia saat ini menghadapi krisis ekologis yang semakin serius, di mana hutan tropis dan pulau-pulau kecil dibuka untuk pertambangan.
Tanah, air, udara, dan semua ciptaan Tuhan yang wajib dijaga demi rumah bersama justru menjadi korban keserakahan atas nama pembangunan dan keuntungan material. Kualitas air menurun akibat sungai tercemar limbah industri. Di mana-mana masyarakat adat kehilangan ruang
hidup dan mata pencahariannya. Dengan berduka, kita menyaksikan krisis ekologis yang ditandai
hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, perubahan iklim, dan ketidakadilan
terhadap masyarakat lokal.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: