Upacara Maradeka: Ketika Pemuda Desa Menegakkan Merah Putih di Atas Luka Bangsa

1 day ago 8

Fajar.co.id, Bulukumba — Di tengah tanah sawah Siring Bambu, para pemuda SSB Batugarumbing mengibarkan Sang Merah Putih. Bukan sekadar upacara, melainkan sebuah pekik perlawanan: Upacara Maradeka.

Saat negara sibuk memadamkan api amarah di kantor-kantor DPRD yang terbakar, saat pos-pos polisi hangus dilalap api kekecewaan rakyat, desa kecil ini memilih merayakan kemerdekaan dengan cara yang lebih jujur—dengan kesedihan, dengan tekad, dengan gotong royong.

Minggu pagi, bendera setengah tiang berkibar. Bukan karena protokol, melainkan duka. Duka atas kawan-kawan solidaritas yang meregang nyawa di jalanan. Duka atas pemerintah yang semakin tuli pada suara rakyat.

"Seharusnya mereka datang untuk rakyat, duduk bersama rakyat. Bukan hanya meminta maaf, bukan sekadar memberi klarifikasi seolah masalah selesai," tegas Muh Alif Dermawan selalu ketua umum SSB Batugarumbing, dengan suara yang bergetar antara kecewa dan marah.

Pemuda desa itu mengerti, kemerdekaan bukanlah panggung pidato pejabat. Kemerdekaan adalah keberanian menyalakan api persatuan meski di tengah lumpur sawah. Di sana, di bawah matahari desa, kibaran bendera menjadi bukti: rakyat masih utuh, rakyat masih punya daya lipat ganda bernama gotong royong.

Namun pertanyaan besar menggantung di udara: Untuk apa ada pemerintah bila hanya mementingkan kemapanan sendiri? Untuk apa ada pemerintah bila tidak mampu memberikan solusi pada masyarakat?

Di Siring Bambu, jawabannya sederhana: rakyat bisa berdiri sendiri. Tetapi sejarah akan mencatat, betapa pahitnya sebuah bangsa ketika rakyatnya belajar merdeka tanpa pemerintah yang seharusnya menjadi pelindungnya. (rls)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |