UU ITE Masih Jadi ‘Pasal Karet’, Roy Suryo: Revisi Kedua Tak Selesaikan Masalah

5 hours ago 6
Pakar Telematika Roy Suryo--PMJ

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Terlapor dugaan pencemaran nama baik mantan Presiden Jokowi, Roy Suryo, mengungkap sejarah panjang dan polemik yang membelit Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sejak pertama kali disahkan tahun 2008.

Roy mengatakan bahwa terdapat sejumlah kasus kontroversial yang menjadi sorotan publik akibat UU ITE.

“Dua contoh yang sempat viral di antaranya adalah kasus Prita Mulyasari (2008–2012), di mana dia sempat mengeluhkan layanan RS Omni Internasional Tangerang lewat email pribadi dan digugat dengan Pencemaran Nama Baik (Pasal 27 ayat 3),” kata Roy kepada fajar.co.id, Senin (8/9/2025).

Dikatakan Roy, Prita sempat ditahan selama tiga minggu, meski kemudian bebas melalui putusan Mahkamah Agung.

Ia menuturkan bahwa kasus ini juga melahirkan gerakan publik, Koin untuk Prita.

Kasus berikutnya adalah Florence Sihombing (2014), seorang mahasiswa UGM yang memposting komentar negatif di Path soal SPBU Yogyakarta.

“Dia dijerat Pasal 27 ayat (3), ditahan sehari, dan kasus dicabut setelah mediasi,” jelas Roy.

Roy menegaskan, kasus-kasus tersebut mendorong revisi pertama UU ITE menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 yang disahkan Presiden Joko Widodo pada 25 November 2016.

“Alasan utama revisi ini karena banyak kritik akibat UU ITE dipakai kriminalisasi, terutama Pasal 27 ayat (3),” katanya.

Perubahan krusial kala itu antara lain penjelasan lebih ketat bahwa delik aduan absolut hanya bisa diproses bila ada pengaduan langsung dari korban.

Ancaman hukuman pun turun dari 6 tahun menjadi 4 tahun penjara, denda dari Rp1 miliar menjadi Rp750 juta.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |