FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Perludem mengusulkan adanya pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah yang berjarak dua tahun antara keduanya. Pemohon mengemukakan bahwa ketentuan Pasal-pasal a quo dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (5), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Pemohon mengajukan pengujian materiil UU a quo dengan dalil bahwa ketentuan yang terdapat dalam Pasal a quo nyatanya telah membuat pelaksanaan Pemilu 5 (lima) kotak yang sudah diselenggarakan selama 2 (dua) kali yaitu pada tahun 2019 dan tahun 2024 telah terbukti melemahkan derajat dan kualitas kedaulatan rakyat, melemahkan pelembagaan partai politik, serta merugikan pemilih untuk mendapatkan suatu penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil berdasarkan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 (vide Perbaikan Permohonan hlm. 8).
Permohonan ini juga disertai provisi agar MK (1) Mengabulkan permohonan Provisi Para Pemohon untuk seluruhnya; dan (2) menjadikan permohonan a quo yang dimohonkan oleh Pemohon sebagai prioritas pemeriksaan di Mahkamah untuk memberikan perlindungan hak konstitusional Pemohon dan meminimalisir kerugian konstitusional Para Pemohon akan terjadi, serta memberikan kepastian segera untuk kepastian sistem keserentakkan pemilu kedepannya.
Bertindak selaku Kuasa Hukum DPR, Rudianto Lallo menjelaskan usulan pemisahan Pemilu menjadi dua tahap, diperlukan kajian mendalam dan komprehensif terhadap ide-ide dan gagasan baru yang diusulkan.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: