
Fajar.co.id, Jakarta — Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris berharap peringatan Hari Buku Nasional setiap 17 Mei menjadi momentum reflektif untuk menakar posisi Indonesia dalam lanskap perbukuan dan literasi. Walau sudah lebih dari dua dekade diperingati (sejak 2002), ekosistem buku nasional masih menghadapi tantangan struktural yang serius yaitu akses yang timpang, harga buku yang tinggi, budaya membaca yang lemah, dan pembajakan yang merajalela.
“Indonesia tidak kekurangan penulis berbakat atau penerbit progresif, yang kurang adalah ekosistem yang sehat dan keberpihakan yang nyata dari semua pihak. Saatnya kita geser buku dari rak pajangan ke ranah tindakan yaitu dengan membacanya, membagikannya, dan menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sudah saatnya kita jadikan buku menjadi garda depan pembangunan karakter bangsa,” ujar Fahira Idris di Jakarta (17/5).
Senator Jakarta yang juga pemerhati pendidikan ini mengungkapkan, minat baca masyarakat Indonesia sesungguhnya ada, tetapi kerap terhambat oleh faktor ekonomis dan struktural. Buku dianggap barang mahal. Di saat yang sama, daya beli masyarakat tidak menunjukkan peningkatan yang sepadan. Kebijakan perpajakan seperti pembebasan PPN untuk buku pendidikan juga belum tersosialisasi optimal.
Tantangan lainnya adalah tingkat literasi yang masih jauh dari harapan. Peringkat PISA Indonesia pada tahun 2022 berada di posisi ke-69 dari 80 negara. Sistem pendidikan yang belum menjadikan membaca sebagai aktivitas reflektif, serta kurangnya contoh dari lingkungan keluarga, turut menyumbang rendahnya literasi.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: