FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Isu Presiden Prabowo Subianto berniat menghapus hukuman yang diterima para koruptor, dengan syarat mereka mengembalikan kerugian negara memang sempat jadi perbincangan hangat.
Presiden berkata, dalam bulan-bulan ini akan memberi kesempatan para koruptor untuk "bertobat".
Sementara menurut Menteri Koordinator Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Izha Mahendra wacana ini muncul dari memaafkan koruptor itu adalah bagian dari kebijakan pemberian amnesti dan abolisi kepada setidaknya 44 ribu narapidana.
Dan jika lebih dispesifikasikan, pengampunan dari Prabowo adalah yang terjerat kasus penggunaan narkotik, penghinaan kepala negara, persoalan makar Papua, dan juga korupsi.
Khusus untuk Korupsi, Politisi Mahfud MD pun memberikan komentarnya terkait adanya wacana ini.
Menurut Mahfud MD hal ini seperti tidak perlu. Alasannya karena banyak faktor dan hal ini lahir dari diskusi panjang dengan banyak pertimbangan.
“Yah terserah Pak Yusril, tapi diskusi tentang pemenjaraan, pemaafan lalu ada teori pendidikan dan pembalasan,” kata Mahfud MD di podcast di YouTuber pribadinya miliknya, dikutip Selasa (14/1/2025).
“Kemudian kita itu melahirkan Indonesia pada tahun 62 melahirkan teori pemasyarakatan,” ujarnya.
Lalu, dari teori permasyarakatan inilah yang membuat pelaku kejahatan khususnya korupsi harus dipenjara.
Alasan penjara itu hadir memang untuk memberikan binaan bukan balasan. Tujuan agar ketika kembali di tengah-tengah masyarakat mereka lebih siap.
Dan hal ini pun dilakukan semua negara, di mana semua negara menghukum pelaku kehajatan apapun itu dengan menempatkannya di dalam penjara tentunya dengan tujuan yang sama.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: