PMK Pemberlakuan PPN Tak Cerminkan Perintah Prabowo Subianto, Misbakhun: Kalau Dirjen Pajak Tidak Mampu, Sebaiknya Menulis Surat Pengunduran Diri

1 month ago 24
Mukhamad Misbakhun. (dok JawaPos.com)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Perintah Presiden Prabowo Subianto untuk mengenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen, hanya untuk barang dan jasa mewah dinilai tidak bisa diterjemahkan dengan baik Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Penilaian itu mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal Pemberlakuan PPN. Sayangnya, PMK itu dinilai justru meresahkan kalangan usaha.

Penilaian tersebut salah satunya datang dari Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun. Dia menilai PMK yang mengatur pemberlakuan PPN pada barang mewah tidak mencerminkan kebijakan dan perintah Presiden Prabowo.

Legislator Partai Golkar itu menyebut Dirjen Pajak tidak mampu menerjemahkan arahan presiden soal PPN yang sudah sangat jelas. “Kalau Dirjen Pajak tidak mampu melaksanakan perintah Bapak Presiden Prabowo, sebaiknya memilih untuk menulis surat pengunduran diri,” ujar Misbakhun melalui siaran pers, Jumat (3/1/2025).

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu menyebut aturan pemberlakuan PPN dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024 tidak seirama dengan kemauan dan kehendak Presiden Prabowo.

Misbakhun menganggap PMK tentang pemberlakukan PPN itu tidak sejalan dengan ketentuan di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). “PMK itu punya tafsir subjektif soal pasal UU HPP yang sudah jelas yang berakibat menimbulkan pelaksanaan yang menimbulkan kegaduhan di kalangan dunia usaha,” imbuhnya.

Lebih lanjut Misbakhun membeber analisisnya soal PMK Pemberlakuan PPN. Dia menjelaskan Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024 menyatakan bahwa penerapan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |