Tulisan Tangan Jelek, Salah Siapa?

1 month ago 36

Oleh: Saharuddin Ronrong
(Kepala Departemen Kurikulum Sekolah Islam Athirah, Divisi Kaderisasi FLP Sulsel)

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan peristiwa viral seorang guru yang mempersoalkan keterbacaan tulisan murid-murid Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dinilainya buruk. Keadaan bertambah runyam karena Bu Guru Wika (begitu sapaannya) melemparkan kritik dan tuntutan kepada orang tua dan guru Sekolah Dasar (SD). Banyak guru yang meradang tak terima, banyak yang mengeritik cara Bu Wika menyampaikan maksudnya di media sosialnya, pada akhirnya sang guru dipanggil Dinas Pendidikan di daerahnya untuk ditegur dan dibina.

Pokok persoalan yang terlihat sepeleh, tapi sesungguhnya menyadarkan kita satu hal, tulisan tangan sudah tak lagi dipandang sepenting dulu, apalagi di tengah teknologi digital yang serba otomatis. Terlepas dari cara Bu Wika mengutarakan kekesalannya, niat sebenarnya baik dan perlu disuarakan mengingat tulisan tangan merupakan keterampilan dasar seorang murid guna mengutarakan maksud dan pesannya secara tertulis.

Menulis dengan jelas dan terbaca adalah hal yang substantif dalam dunia pendidikan, apalagi jika satuan pendidikan memang masih mengajarkan tulisan manual (tulisan tangan) di kelas, dan para murid masih diharuskan memiliki buku tulis (dari kertas), pulpen dan pensil, kecuali dari awal para murid memang sudah masuk dengan tablet, komputer jinjing atau telepon pintar sejak hari pertama hingga tamat.

Murid yang mampu menulis dengan baik tidak hanya menunjukkan kemampuannya dalam menyampaikan ide, tetapi juga memudahkan orang lain untuk memahami tulisan mereka, tidak menimbulkan kebingungan dan tidak membutuhkan upaya tambahan yang tidak perlu. Di dalam konteks sekolah, kemampuan ini sangat penting saat murid harus menulis tugas, membuat resume, makalah, ujian, atau mencatat materi pembelajaran.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Rakyat news| | | |