
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan, semakin masif.
Namun, di balik optimisme terhadap efisiensi dan efektivitas teknologi ini, muncul berbagai kekhawatiran.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menyoroti kondisi pendidikan yang kini dihantui oleh tren AI.
"Pemerintah pusat dan daerah, serta para pemimpin sekolah yang notabenenya generasi tua, mendorong para guru dan siswa menggunakan AI karena mereka sendiri menghadapi panic attack setelah digempur ratusan seminar, konten, dan imbauan pentingnya AI dalam pendidikan," ujar Iman di X @zanatul_91 (29/3/2025).
Menurutnya, banyak guru yang sigap mengadopsi AI bukan hanya karena membutuhkannya, tetapi juga demi mengamankan posisi mereka agar tidak tertinggal dalam arus digitalisasi.
Sementara itu, sebagian guru lain yang kesulitan memahami teknologi ini akhirnya mencari jalan pintas hanya demi lolos dari berbagai asesmen yang menuntut mereka menguasai AI.
Namun, yang paling terdampak adalah para siswa. Dengan AI yang semakin canggih, mereka dapat menyelesaikan hampir seluruh tugas mereka tanpa perlu berpikir keras.
"Murid kencing berlari," kata Iman.
Ia mengibaratkan bagaimana siswa dengan cepat mengeksploitasi teknologi tanpa memahami konsekuensinya.
"Mereka kehilangan kemampuan dasar karena segalanya diserahkan pada AI. Siswa kita makin receh, mudah senang, gampang bosan, dan sesekali mengaku kena mental," tambahnya.
Kekhawatiran ini juga disuarakan oleh ilustrator dan penulis, Puty, yang dalam cuitannya menyinggung bagaimana AI membuat segala sesuatu menjadi lebih murah, tetapi dengan harga yang belum tentu sepadan.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: