
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Sebuah video yang menunjukkan aksi seorang anggota polisi memaksa seorang wanita untuk menyerahkan ponselnya viral di media sosial.
Peristiwa ini memicu perdebatan di masyarakat karena dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap privasi.
Dalam video yang beredar, wanita tersebut tampak menolak memberikan ponselnya dan memilih untuk membanting perangkat tersebut.
Insiden ini pun menarik perhatian publik, terutama terkait prosedur hukum dalam penggeledahan barang pribadi.
Pengamat Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Dr. Rahman Syamsuddin mengatakan, secara umum, membuka ponsel seseorang tanpa surat perintah bisa dianggap sebagai pelanggaran.
"Bisa dianggap pelanggaran hak privasi yang dijamin oleh konstitusi, khususnya Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang melindungi hak atas rasa aman dan perlindungan dari intervensi sewenang-wenang," ujar Rahman kepada fajar.co.id, Jumat (14/3/2025).
Selain itu, kata Rahman, dalam UU ITE (Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016), data elektronik termasuk isi ponsel dianggap sebagai bagian dari informasi pribadi yang tidak boleh diakses tanpa izin.
"Dari perspektif hukum acara pidana, KUHAP mensyaratkan adanya surat perintah penyitaan dalam Pasal 38 dan Pasal 39," tukasnya.
Rahman bilang, aparat penegak hukum umumnya harus memiliki surat perintah penggeledahan atau penyitaan untuk dapat mengakses ponsel seseorang.
"Kecuali dalam keadaan tertentu yang mendesak dan diatur oleh hukum," sebutnya.
Rahman memberikan contoh pada kasus narkoba. Pihak Kepolisian bisa membuka handphone pelaku untuk melihat bukti percakapan dengan bandar ataupun pelaku lainnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: