
Oleh: Tasrief Surungan, Ketua Prodi S3 Fisika FMIPA Unhas
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa kolega dalam diskusi subuh di Masjid Ikhtiar Perdos Unhas Tamalarea, pada 30 Ramadan ini, menanyai saya kenapa 1 Syawal 1446 H di Tanah Air berbeda hari dengan Arab Saudi.
Kita baru akan ber-Idul Fitri Senin besok, 31 Maret 2025, sedangkan Arab Saudi sudah merayakannya Ahad ini, 30 Maret 2025.
Jawabannya sederhana, itu konsekuensi dari adanya garis tanggal dalam setiap sistem kalender.
Sistem kalerder dalam penemtuan awal dan akhir Ramadhan (Idul Fitri), termasuk penetuan Idul Adha adalah Kalender Hijriah. Kriteria awal bulan untuk kalender Hijriah didasarkan pada peredaran Bulan (Moon), lebih tepatnya visibilitas Hilal. Untuk satu bulan (month) Hijriah, misalnya Muharram, Syafar dan Ramadhan, durasinya dimungkinkan 29 atau 30 hari.
Secara astronomi (Hukum alam/Sunnatullah) sudah begitu. Tanggal 1 untuk setiap Bulan Hijriah bersesuaian dengan Hilal paling tipis yang tampak sesaat setelah matahari terbenam.
Contohnya, awal Ramadan tahun ini, saat Jumat Magrib, 28 Februari 2025, hilal paling tipis dilaporkan teramati di wilayah Aceh, maka Pemerintah Indonesia saat itu, melalui Sidang Ithbat, menetapkan bahwa pada magrib itu susah masuk 1 Ramadhan. Besok harinya, Tanggal 1 Maret, sudah puasa. Durasi satu tanggal dalam kalender Hijriah, 24 jam setara dengan 1 malam siang, alias dari maghrib ke maghrib berikutnya.
Lalu kenapa kita berbeda dengan Arab Saudi?
Jawabnya, karena di Indonesia saat matahari terbenam pada hari Ahad (30 Maret) hilal belum visible. Kenapa? Sebab Bulan (moon) masih berada di bawah ufuk saat.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: