
Oleh: Saharuddin Ronrong
(Kepala Departemen Kurikulum Sekolah Islam Athirah)
Sudah sejak lama pendidikan di Indonesia kehilangan ruh dan daya magisnya. Siswa yang tidak bergairah ke sekolah adalah kenyataan sejak lama. Mereka belajar dengan cara yang itu-itu saja. Mereka diarahkan masuk kelas yang dibatasi empat dinding pada pukul tujuh pagi di saat alam raya sedang indah-indahnya.
Pukul tujuh pagi matahari tidak panas dan tidak dingin, embun di rumput dan di ujung daun masih belum menetes ke tanah, udara pagi yang segar dan bersih tapi mereka sudah harus bergegas memasuki ruangan bertembok tinggi di keempat sisinya, plafon dan lantai di atas dan di bawah untuk segera mendengarkan ceramah dan instruksi.
Begitulah realitas pendidikan kita hari ini, terpisah dari alam raya dan kehidupan.
Kehadiran Kurikulum Merdeka yang semula menawarkan angin segar rupanya terjebak lagi pada masalah klise: para guru sibuk dengan administrasi dan aplikasi PMM (Platform Merdeka Mengajar). Kurikulum operasional pada tingkat satuan pendidikan yang sifatnya semi-otonom untuk dikembangkan tampaknya tidak memiliki akar kesadaran yang kuat.
Rumusan kurikulum tersebut tidak menampakkan adanya kreativitas dan inovasi dengan visi yang khas dan cemerlang, rata-rata dibuat seadanya bahkan hanya menyalin dari dokumen lain yang diunduh dari internet. Otoritas tersebut tidak dipandang sebagai peluang emas untuk memunculkan program-program terbaik sesuai konteks, karakteristik dan kebutuhan satuan pendidikan.
Ambil Alih Perancangan Kurikulum
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: