
Oleh: Mursalim Nohong
(Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin)
Pemimpin idealnya membawa nilai-nilai yang dapat diterima secara umum, baik anggota maupun lingkungan organisasi. Louis W. Fry (2003) mengungkap nilai spritual dalam kepemimpinan sebagai jawaban terhadap “kegersangan” makna dan krisis nilai yang melanda organisasi modern.
Dalam pandangannya, kepemimpinan tidak lagi cukup hanya didefinisikan melalui efektivitas manajerial, pencapaian target, atau kekuatan karisma personal dalam memobilisasi massa.
Kepemimpinan sejati adalah tentang bagaimana seseorang mampu menumbuhkan harapan (hope), keyakinan (faith), dan cinta kasih altruistik (altruistic love) dalam komunitasnya (masyarakat yang dipimpinnya) sekaligus menginspirasi melalui visi yang memberi makna hidup dan kerja.
Dalam beberapa kasus, pemimpin mengalami kesulitan mengarahkan orang yang dipimpin (bawahan) sebagai akibat tekanan politik atau sikap latah terhadap pengkultusan figur lain. Louis W. Fry (2003) memotivasi untuk mewujudkan kepemimpinan spiritual karena memiliki dampak signifikan terhadap keterlibatan karyawan, loyalitas, produktivitas, serta kepuasan kerja yang lebih mendalam.
Dalam jangka panjang, model kepemimpinan ini mendorong terbentuknya organisasi yang sehat secara etika, tangguh secara psikologis, dan berkelanjutan secara sosial. Gagasan Louis W. Fry (2003) tidak hanya bersifat teoritis tetapi sangat aplikatif dalam dunia yang mendambakan kepemimpinan yang lebih manusiawi, bermakna, dan bernilai spiritual tinggi.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: