
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Usulan yang kembali mencuat untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, menuai respons tajam dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, yang menilai wacana tersebut bertentangan dengan semangat reformasi.
Menanggapi pernyataan Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden, Prasetyo Hadi, yang menyatakan tidak mempersoalkan usulan tersebut, Usman menyebut bahwa pernyataan itu mengabaikan sejarah dan menyakiti hati para korban pelanggaran HAM yang terjadi selama era Orde Baru.
“Pernyataan Mensesneg Prasetyo Hadi ahistoris dan tidak sensitif terhadap perasaan korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi selama Orde Baru. Usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional mencederai amanat reformasi yang memandatkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia dengan tangan besi,” ujar Usman dalam keterangannya.
Menurutnya, hingga kini para keluarga korban masih menanti keadilan yang tak kunjung diberikan negara. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa usulan tersebut seharusnya ditolak apabila pemerintah masih menjunjung komitmen terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ia menyoroti bahwa kepemimpinan Soeharto tidak bisa dilepaskan dari berbagai bentuk represi negara, termasuk pembungkaman pers, pelanggaran HAM berat, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meluas.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: