
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara film dokumenter Dirty Vote, Dandhy Laksono, menyoroti pengerahan buzzer oleh pemerintah dan memberikan gambaran tentang aksi aktivis mahasiswa yang menduduki gedung DPR RI.
Dandhy mengkritik standar legalitas yang digunakan oleh buzzer untuk membenarkan tindakan rezim penguasa, termasuk produk hukum DPR dan kebijakan era Soeharto.
"Kalau pakai ukuran legal dan ilegal ala buzzer, semua produk hukum DPR dan rezim Soeharto juga legal dan konstitusional," ujar Dandhy di X @Dandhy_Laksono (16/3/2025).
"Termasuk Dwifungsi ABRI," tambahnya.
Ia menegaskan bahwa kejahatan sistemik sering kali dilakukan dengan dalih legalitas, namun justru karena itulah sejarah mengenal reformasi, revolusi, atau people power.
"Justru karena kejahatan yang sistemik selalu legal, maka sejarah mengenal reformasi, revolusi, atau people power," tandasnya.
Dalam unggahannya, ia juga memberikan gambaran tentang aksi mahasiswa yang menduduki gedung DPR RI sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Dandhy juga mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat bagaimana kekuasaan yang otoriter selalu menggunakan legalitas sebagai tameng untuk membenarkan tindakannya.
Namun, rakyat tidak pernah diam dan selalu mencari cara untuk melawan, baik melalui reformasi, revolusi, atau people power.
Sebelumnya, Aktor Fedi Nuril kembali menyuarakan pendapatnya mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sedang ramai dibicarakan publik.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: