
FAJAR.CO.ID, TAKALAR — Merespons rekomendasi dari Komnas HAM terkait sengketa lahan yang berkepanjangan di wilayah Polongbangkeng, Kabupaten Takalar, Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) setempat didesak segera membentuk tim khusus penyelesaian konflik agraria.
Menurut Hasbi Asiddiq dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, pembentukan tim ini krusial untuk membuka kembali sejarah perampasan lahan yang terjadi sejak era Orde Baru.
“Pemerintah bertanggung jawab untuk membentuk tim Penyelesaian Konflik Agraria di Takalar. Tim ini penting untuk membuka sejarah perampasan lahan yg dilakukan di rezim orde Baru,” ujar Hasbi, Kamis (22/5/2025).
Puluhan tahun konflik yang tak kunjung tuntas membuat para petani geram.
Pada momen peringatan runtuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto pada 21 Mei, ratusan petani turun ke jalan mendatangi Kantor ATR/BPN Takalar untuk menyuarakan tuntutan mereka.
“Tidak adil jika pemerintah hanya meminta kepada warga untuk membawa bukti surat dan melaporkannya kepada Perusahaan, karena merekalah yg menjadi aktor perampasan atas lahan warga di Polongbangkeng,” tambah Hasbi.
Aksi demonstrasi itu tak hanya menuntut pemerintah menjalankan rekomendasi Komnas HAM, tetapi juga menolak rencana perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN yang berada di atas lahan yang diklaim milik warga.
Setelah melakukan aksi di ATR/BPN, para petani melanjutkan unjuk rasa ke Kantor DPRD Takalar.
Mereka mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) melalui Komisi I DPRD, dengan menyampaikan berbagai aspek persoalan, mulai dari sejarah desa, proses pembebasan lahan oleh negara, hingga tekanan yang mereka alami selama puluhan tahun.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: