
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memicu polemik di kalangan akademisi dan praktisi medis.
Undang-undang tersebut dinilai tidak sejalan dengan semangat reformasi sistem kesehatan, bahkan menimbulkan ketegangan antara Kemenkes dan organisasi profesi kedokteran.
Salah satu bentuk penolakan datang dari lingkungan pendidikan kedokteran di Kalimantan Selatan. Civitas akademika Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Lambung Mangkurat (FKIK ULM) menggelar pernyataan sikap terbuka di halaman kampus mereka di Banjarmasin, Pada Senin (19/5/2025).
Dipimpin oleh Guru Besar Kedokteran ULM, Prof Ari Yunanto, mereka menyuarakan keprihatinan atas peran Kemenkes yang dianggap terlalu dalam mencampuri urusan pendidikan kedokteran.
Ada tiga poin utama yang disampaikan dalam pernyataan tersebut. Salah satunya menekankan pentingnya menjaga independensi kolegium sebagai lembaga profesi.
“Kolegium semestinya independen dan profesional,” ujar Prof Ari.
Ia menjelaskan bahwa kolegium adalah komunitas yang terdiri atas dokter, peneliti, dan tenaga ahli, yang berperan penting dalam pengembangan ilmu kedokteran serta penjaminan mutu pendidikan dan standar etika profesi.
“Mereka juga berperan dalam penjaminan mutu standar profesi dan etika bagi dokter, terlebih dalam pengembangan kurikulum. Sehingga kolegium berada di ranah universitas dan independen,” lanjutnya.
Merespon hal ini, pengamat kebijakan publik Gigin Praginanto turut memberikan pandangan berbeda melalui akun X pribadinya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: